“Tu es Petrus, et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam, et portae inferi non praevalebunt adversus eam, et tibi dabo claves regni caelorum” ungkapan dalam versi bahasa Latin ini adalah kata-kata penuh makna dari Sang Guru kepada Simon Petrus. Dalam bahasa Indonesia kita pahami demikian, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat[1]Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga” (Mt. 16:18-19a).

Kisah Simon Petrus, murid pertama Yesus sekaligus menjadi ketua para murid, menjadi cermin perjalanan kehidupan umat beriman. Dia adalah sang batu karang artinya pribadi yang keras dengan pendirian yang teguh. Sedikit terkesan ceroboh dan arogan. Karakter Petrus itu di satu sisi menjadi kekuatannya. Sebuah keyakinan dan kepercayaan diri yang total dalam mengikuti Yesus. Namun di sisi lain, hal itu menjadi titik lemahnya. Dia terlalu percaya diri, mengandalkan kemampuan dirinya dan justru karena itu dia jatuh dan tak berdaya.

Kita mengangkat kisah Simon Petrus sebagai salah satu potret perjalanan spiritual dalam kisah Injil mengikuti Yesus sampai ke kota suci Yerusalem. Dengan sangat berat kita harus mengakui bahwa Simon Petrus awalnya mengikuti Yesus dengan penuh antusiasme diri. Di tepi danau Galilea, Yesus memanggilnya menjadi “penjala manusia.” Tanpa keraguan sedikitpun dan tanpa berpikir panjang, dia segera mengikuti Yesus (Mrk. 1:16-18). Namun dalam perjalanan selanjutnya dia jatuh dan gagal. Ketika Yesus memperingatkan dia bahwa mereka akan tergoncang imannya, dengan penuh kepercayaan diri Petrus menjawab, “Biarpun semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali[1]sekali tidak” (Mt. 26:33). Yesus pun memperingatkan dia akan bahaya penyangkalannya. Tetapi dia tetap kukuh pada pendiriannya hingga tiba saat penyangkalan itu. Hal ini terindikasi kuat saat dia bersama dua murid yang lain jatuh tertidur di taman Getsemani di saat-saat kritis hidup Yesus. Padahal Yesus berulang kali memperingatkan mereka, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mt. 26:41).
Peringatan Yesus ini baru terbukti saat Petrus “diinterogasi” oleh seorang hamba perempuan di halaman pengadilan di mana Yesus diadili oleh Mahkamah Agama. Petrus menyangkal Yesus sampai tiga kali dan pada saat itu ayam pun berkokok. Petrus sadar akan kelemahannya. Dia ternyata rapuh dan kini jatuh ke tubir terdalam. Dia telah menyangkal dan mengkhianati Gurunya. Dia jatuh terduduk dan menangis tersedu-sedu. Seorang laki-laki yang sebelumnya sangat percaya diri, kuat dan tegar, kini tertunduk lesuh dan menangis penuh penyesalan. Moment itu adalah moment menentukan bagi perjalanan hidup Petrus. Dia tahu kelemahannya dan sadar tanpa bantuan dan pertolongan yang Ilahi dia tak berdaya sama sekali. Tangis Petrus adalah tangis setiap insan yang terlalu mengandalkan dirinya dan lupa akan belas kasih serta rahmat dari yang Ilahi.

Petrus bangkit kembali dan dia menanggapi undangan rekonsiliasi Yesus setelah Dia bangkit untuk berjumpa kembali di Galilea (bdk. Mrk. 16:7). Perjumpaan di Galilea adalah undangan Yesus untuk memulihkan ketidaksetiaan para murid, terutama Simon Petrus sebagai ketuanya. Bagi Yesus, manusia bisa saja salah, berdosa dan jatuh. Manusia mudah ingkar janji dan tidak setia. Tetapi kerapuhan dan ketidaksetiaan manusia tidak akan pernah mengagalkan cinta yang Ilahi. Oleh karena itu, di tepi danau Galilea di mana cinta Yesus pertama kali bersemi dengan murid-murid-Nya saat Ia memanggil mereka mengikuti-Nya sebagai penjala manusia kini dipulihkan. Tiga kali Yesus bertanya kepada Simon Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Dan setiap kali ditanya, Simon Petrus memberikan jawaban positif, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Atas jawaban Petrus itu, Yesus memberikan keperacayaan yang sangat besar bagi dirinya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (bdk. Yoh. 21:15-17).


Kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan refleksif, “Bagaimana mungkin Yesus mempercayakan sesuatu yang sangat penting (sebagai gembala kawanan domba-Nya) kepada orang yang nyata-nyata tidak setia dan mengkhianati Gurunya sampai tiga kali?” Kita menemukan dua jawaban otentik di sini. Pertama, ketidaksetiaan manusia dan kelemahan dirinya tidak menggagalkan cinta yang Ilahi. Rencana keselamatan Allah bagi umat manusia tidak akan digagalkan oleh dosa dan pelanggaran manusia. Kedua, Yesus tahu bahwa Petrus orang yang baik, jujur dan tulus hati. Namun kelemahan manusiawi karena terlalu mengandalkan dirinya maka dia jatuh. Syukurlah Petrus bangkit lagi dan kembali mengikuti Yesus dalam sebuah perspetif yang baru. Yesus tahu bahwa Simon Petrus sudah mengalami pengalaman jatuh-bangun mengikuti-Nya. Kini, dia bisa menjadi pendamping atau gembala yang baik bagi murid-murid yang lain yang masih muda imannya dan rentan untuk jatuh. Petrus sudah belajar dari pengalaman kelam masa lalunya dan kini dia mendapat amanat baru dari Yesus sebagai “sang batu karang Gereja” dan “sang gembala” untuk menuntun kawanan domba- domba Tuhan sendiri.
Perayaan Paskah merupakan perayaan kebangkitan Kristus dari alam maut membawa terang mulia keselamatan kekal. Kerapuhan dan kelemahan manusiawi seperti ditunjukkan lewat figur Simon Petrus dalam kisah sengsara Yesus Kristus membuka sebuah cakrawala baru bagi kita. Mengikuti Yesus berarti kesediaan menyangkal diri, memanggul salib dan mempersilahkan Tuhan sendiri yang berkuasa atas hidup ini. Pengorbanan Kristus di atas kayu salib bukanlah pengorbanan sia-sia belaka melainkan rencana indah Allah untuk menebus dan menyelamatkan setiap insan yang percaya kepada-Nya. Simon Pertrus adalah tokoh utama sebagaimana dikisahkan oleh Injil menjadi saksi hidup dan saksi kunci membuktikan kebenaran hal itu. Kita pun dipanggil belajar dan bercermin pada figur Simon Petrus, sang batu karang Gereja Kristus. Semoga terang kebangkitan Kristus dalam Paskah yang mulia memampukan kita menjadi “batu-batu karang” Kristus yang mewartakan terang kebangkitan-Nya yang mulia. Selamat menghayati misteri agung Kristus dalam Perayaan Liturgi Pekan Suci (Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah dan Minggu Paskah). Dan selamat merayakan Hari Raya Paskah 2024. Alleluya, surrexit Dominus vere, prospera Pasca sit!
Penulis: RD. Aidan P. Sidik — Imam diosesan Keuskupan Agung Makassar



Komentar