Jembatan Ne’ Gandeng; Dibangun Secara Swadaya oleh Keluarga, Kini Diperbaiki Pemerintah
- account_circle Desianti
- calendar_month Rab, 30 Jul 2025

Jembatan Ne' Gandeng di Malakiri Kecamatan Balusu dalam proses pembangunan. Foto diambil pada Selasa, 29 Juli 2025. (AP/Kareba Toraja).
palevioletred-llama-408678.hostingersite.com, BALUSU — Jembatan Ne’ Gandeng merupakan penghubung antara Pangli Kecamatan Sesean dengan Lembang Palangi Kecamatan Balusu, Kabupaten Toraja Utara.
Jembatan ini juga digunakan warga untu melintas ke wilayah Malakiri, Lembang Karua, Tondon, hingga ke Sarambu Kecamatan Nanggala. Keberadaannya merupakan akses yang sangat penting.
Namun jembatan ini tidak ada begitu saja, sejarahnya sangat panjang. Awalnya, jalan yang menghubungkan Pangli dengan Malakiri masih berupa jalan setapak menyusuri persawahan. Jembatan penghubungnya merupakan jembatan gantung yang terbuat dari bambu. Bahkan, sebagian warga melintasi Sungai Sa’dan dengan berjalan kaki menyeberangi sungai.
Sempat berganti bahan menjadi papan, namun atas prakarsa tokoh masyarakat setempat bernama Petrus Pasulu (kini Almarhum) dan keluarga besar Ne’ Gandeng, jembatan ini diganti dengan rangka besi baja.
Proses pergantian jembatan ini pun tidaklah singkat. Memakan waktu yang cukup lama, mulai tahun 1994 dan baru selesai pembangunannya pada tahun 2002.
Sumber pendanaan pembangunan jembatan yang belakangan diberi nama Ne’ Gandeng itu merupakan swadaya murni dari Yayasan Ne’ Gandeng. Meski begitu, keluarga Ne’ Gandeng sudah mengikhlaskan jembatan itu digunakan oleh masyarakat.
“Beberapa tahun kemudian, pemerintah, waktu itu masih Tana Toraja, membantu membangun satu tiang abonemen (abutmen) yang di tengah itu,” ungkap salah satu anggota keluarga Ne’ Gandeng, Yosep Pasulu, kepada KAREBA TORAJA, Selasa, 29 Juli 2025.
Tidak disebutkan berapa biaya yang dikeluarkan keluarga Ne’ Gandeng untuk membangun jembatan sepanjang kurang lebih 50 meter dengan lebar 5 meter tersebut.
Keberadaan jembatan ini sangat membantu dan memudahkan mobilitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hingga suatu saat, terjadi banjir besar di Sungai Sa’dan. Abonemen jembatan yang berada di tengah sungai mengalami abrasi, menyebabkan jembatan mengalami kemiringan.
Salah satu tokoh dari klan Ne’ Gandeng, yakni Dr. Isak Pasulu, saat masih menjadi anggota DPRD Tana Toraja, pernah mengusulkan perbaikan jembatan itu. Sebab, kondisinya sudah mengkhawatirkan. Namun usulan itu baru terwujud pada tahun 2025, dimana pemerintah Kabupaten Toraja Utara melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggelontorkan dana sebesar Rp 12,3 miliar untuk merekonstruksi jembatan itu.
“Sejak awal keluarga memang sudah mengikhlaskan jembatan itu dipakai oleh masyarakat. Dan sampai sekarang, saat hendak diperbaiki pemerintah, juga sudah dibicarakan dengan keluarga,” ungkap Yosep Pasulu.
Dia berharap, jembatan yang dibangun pemerintah itu tetap menggunakan nama Ne’ Gandeng. Keluarga juga mengikhlaskan rangka bekas jembatan itu untuk digunakan pemerintah. (*)
- Penulis: Desianti
- Editor: Arthur
Saat ini belum ada komentar